Translate

Selamat Membaca..bila blog ini bermanfaat bagi anda klik g+1 (yang punya akun google plus)

Sabtu, 30 Juni 2012

ASKEP SIROSIS HEPATIS

1.1 Definisi Sirosis Hepatis Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001). Sirosis Hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H, 2002). Sirosis Hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, di ikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati (Mansjoer Arief, 1999). Sirosis Hepatis adalah suatu penyakit hati dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan, menjadi tidak teratur dan terjadinya pertambahan jaringan (fibrosis) di sekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi (Soeparman, 1987) Ada 3 tipe sirosis hepatis : 1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis. 2. Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus yang terjadi sebelumnya. 3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis). 1.2 Etiologi Penyebab sirosis hati biasanya tidak dapat diketahui hanya berdasarkan pada klasifikasi morfologis hati yang mengalami sirosis. Dua penyebab yang sampai saat sekarang masih dianggap paling sering menyebabkan sirosis ialah hepatitis virus dan alkoholisme. Penyebab lain sirosis hati akan disebutkan secara singkat pada bab klasifikasi Sirosis dapat disebabkan oleh banyak keadaan, termasuk radang kronis berkepanjangan, racun, infeksi, dan penyakit jantung. Di Negara barat sendiri penyebab sirosis hepatic yang paling sering dijumpai: a. Alkoholik 60-70% b. Hepatitis virus 10% c. Penyakit billier 5-10% d. Hemokromatis Primer 5% e. Sirosis Kriptogenik 10-15% 1.3 Manifestasi klinis HepatomegaliPengerutan Hepar Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol(noduler). Obstruksi Portal dan Asites. Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises. Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium. 1.4 Patofisiologi Sirosis Hepatis • Hepatitis Virus Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari Sirosis Hepatis. Dan secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang kronis. Mekanismenya terjadinya proses yang berlangsung terus, mulai dari hepatitis virus menjadi sirosi hati belum jelas. Ada 2 kemungkinan patogenesis, yaitu : (1) Mekanis Teori mekanis menerangkan proses kelanjutan hepatitis virus menjadi sirosis hati dengan mengemukakan bahwa pada daerah dimana terjadi nekrosis confluent, maka kerangka retikulum lobul yang mengalami collaps akan berlaku sebagai kerangka untuk terjadinya daerah parut yang luas. (2) Imunologis atau Walaupun hepatitis akut dengan nekrosis confluent dapat berkembang menjadi sirosis hati, namun nampaknya proses tersebut harus melalui tingkat hepatitis kronik (agresif terlebih dahulu). Kelompok hepatitis kronik dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kronik persisten dan kronik aktif. Kelompok yaitu kronik persisten pada umumnya akan membaik. Sebaliknya sebagian penderita hepatitis kronik agresif, akan berkembang menjadi fibrosis dan kemudian sirosis (3) Kombinasi keduanya. • Alkoholisme Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik akan berupa Sirosis Hepatis. Pemberian bermacam obat-obatan hepatotoksik secara berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut adalah alcohol. Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah penimbunan lemak dalam hati (Sujono Hadi). Sirosis alkohol juga, disebut “Sirosis Laennec“, terjadi setelah penyalahgunaan alkohol bertahun-tahun. Produk akhir pencernaan yang dihasilkan dihati pada seorang pecandu alkohol, bersifat toksik terhadap hepatosit. Nutrisi yang buruk, yang sering dijumpai pada pecandu alkohol, juga berperan menyebabkan kerusakan hati, mungkin dengan merangsang hati secara berlebihan untuk melakukan Glokuneogenesis atau metabolisme protein. • Hemokromatis Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu : a. sejak dilahirkan, penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe. b. kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya Sirosis Hepatis. • Penyakit billier sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita. • Sirosis Kriptogenik penyebab Sirosis Hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris (menurut Reer 40%, Sherlock melaporkan 49%). Penderita ini sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda hepatitis atau alkoholisme, sedangkan dalam makanannya cukup mengandung protein. 1.5 Komplikasinya Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah: 1. Perdarahan Gastrointestinal Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung. 2. Koma hepatikum Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder. Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak. 3. Ulkus peptikum Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan. 4. Karsinoma hepatoselular SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple. 5. Infeksi Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut SCHIFF, SPELLBERG infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi. 1.6 Asuhan Keperawatan untuk Pasien Sirosis Hepatis • Pengkajian  Ikterus  Hepatomegali (tahap awal)  Nyri tekan pada pemeriksaan hati  Acites  Permukaan hati teraba benjol-benjol (palpasi)  Edema ekstremitas  Diare  Hematemesis  Melena  Anorexia  BB turun  Lemah  Pemeriksaan penunjang  Protrombin time memanjang  Kadar albumin rendah  Peningkatan gamma globulin G.  Urobillin feces meningkat (n = 90 – 280 mg/hari).  Urobillin urine meninglkat (n = 0,1 – 1,0 erlich u/dl).  Kadar bilirubin direk dan indirek meningkat.  (Direk n = 0,1 – 0,3 mg/dl. Indirek n = 0,2 – 0,8 mg/dl).  USG  Esofagoskopi  Klasifikasi Child Hood • Diagnosa o Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal. o Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan. o Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema. • Intervensi 1. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus) Tujuan : Status nutrisi baik. Intervensi : o Kaji intake diet, Ukur pemasukan diit, timbang BB tiap minggu. Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (mual, muntah, anoreksia, dan ganggguan rasa) dan pembatasan diet dapat mempengaruhi intake makanan, setiap kebutuhan nutrisi diperhitungan dengan tepat agar kebutuhan sesuai dengan kondisi pasien, BB ditimbang untuk mengetahui penambahan dan penuruanan BB secara periodik. o Berikan makanan sedikit dan sering sesuai dengan diet. Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik. o Tawarkan perawatan mulut (berkumur/gosok gigi) dengan larutan asetat 25 % sebelum makan. Berikan permen karet, penyegar mulut diantara makan. Rasional: Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada uremia dan pembatasan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan ammonia yang dibentuk oleh perubahan urea (Black, & Hawk, 2005). o Identifikasi makanan yang disukai termasuk kebutuhan kultural. Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, maka dapat meningkatkan nafsu makan pasien. o Motivasi pasien untuk menghabiskan diet, anjurkan makan-makanan lunak. Rasional: Membantu proses pencernaan dan mudah dalam penyerapan makanan, karena pasien mengalami gangguan sistem pencernaan. o Berikan bahan penganti garam pengganti garam yang tidak mengandung amonium. Rasional: Garam dapat meningkatkan tingkat absorsi dan retensi cairan, sehingga perlu mencari alternatif penganti garam yang tepat. o Berikan diet 1700 kkal (sesuai terapi) dengan tinggi serat dan tinggi karbohidrat. Rasional: Pengendalian asupan kalori total untuk mencapai dan mempertahankan berat badan sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah o Berikan obat sesuai dengan indikasi : Tambahan vitamin, thiamin, besi, asam folat dan Enzim pencernaan. Rasional: Hati yang rusak tidak dapat menyimpan Vitamin A, B kompleks, D dan K, juga terjadi kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia. Dan Meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan diare. o Kolaborasi pemberian antiemetik. Rasional: untuk menghilangkan mual / muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral. 2.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan. Tujuan : Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas Intervensi : o Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP). Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan. o Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K) Rasional : Memberikan nutrien tambahan. o Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat Rasional : Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien. o Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap. Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri. 3.Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema. Tujuan : Integritas kulit baik Intervensi : o Batasi natrium seperti yang diresepkan. Rasional : Meminimalkan pembentukan edema. o Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit. Rasional : Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma. o Ubah posisi tidur pasien dengan sering. Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema. o Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari. Rasional : Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik. o Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematus. Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema. o Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya. Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar.

0 komentar:

  © Blogger templates The Transformers by Blog Tips And Trick 2009